Selasa, 06 Oktober 2015

Esai 2 untuk Bojonegoro Youth Summit



Pembangunan Pertanian Bojonegoro Melalui Penguatan Peran Pemuda
Pendahuluan
Saat hendak memasuki Bojonegoro dari luar kota, misalnya saja dari Lamongan, disana dapat dijumpai gapura dengan tulisan gagah terpampang “Selamat datang di Bojonegoro: Lumbung pangan dan energi negeri”. Sebuah jargon yang memang tak asal. Bojonegoro terkenal sebagai kota dengan cadangan minyak melimpah, juga salah satu daerah penghasil padi terbesar di Jawa Timur. Jika keduanya mampu dimanfaatkan secara maksimal, tentunya Bojonegoro akan menjadi kota yang besar dan kaya. Senada dengan ucapan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger yang berbunyi demikian:
Control oil you control the nation. Control oil you control the people” (Henry Kissinger)

Bojonegoro memiliki keduanya, sebenarnya tak perlu diragukan lagi kalau Bojonegoro akan menjadi kota yang berkembang pesat. Namun kekayaan alam Bojonegoro yang melimpah takkan banyak membantu apabila masyarakatnya dan pihak-pihak yang terkait tidak pandai memanfaatkan dengan baik dan tepat guna.
Berbicara mengenai perminyakan di Bojonegoro, penulis berpendapat akan sangat sulit mengambil keuntungan yang maksimal. Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Hartono dalam sebuah kesempatan pernah berbicara bahwa lumbung energi adalah urusan pusat, tak bisa lagi di “utik-utik”. Hal yang berbeda terjadi di dunia pertanian. Hamparan tanah yang subur dan luas masih menyimpan harapan yang besar bagi masyarakat Bojonegoro. Dibandingkan perminyakan, kedaulatan di bidang pertanian masih bisa digenggam.

Pembahasan
Dibalik keadaan bumi Bojonegoro yang terlihat subur, ternyata bidang pertanian masih menyimpan berbagai masalah yang menggelitik untuk segera kita carikan solusi bersama. Permasalahan utama adalah susutnya jumlah tenaga pertanian. Jumlah petani di Bojonegoro rata-rata adalah orang-orang dengan usia yang bisa dikatakan tua. Rata-rata usia petani di Bojonegoro yakni berusia 45 tahun keatas. Pada suatu kesempatan petani pernah berbincang dengan petani sekitar rumah, darisana diketahui bahwa bahkan untuk sekedar mencari tenaga ngedos (panen dengan merontokkan padi) sulit sekali pada saat ini. Padahal untuk merontokkan padi dibutuhkan energi yang lumayan besar yang tentu akan sulit dilakukan oleh orang-orang berusia tua. Sulitnya mencari pekerja di bidang pertanian salah satunya disebabkan oleh menurunnya minat pemuda desa bekerja di bidang pertanian. Pemuda saat ini umumnya lebih memilih bekerja keluar kota sebagai buruh di pabrik, berjualan atau sebagainya. Coba saja pergi ke Surabaya, banyak sekali disana dijumpai teman-teman perantauan sesame pemuda yang berasal dari Bojonegoro. Pilihan merantau keluar kota memang pilihan yang rasional. Selain jelas nominal gajinya, pekerjaan yang dilakukan juga ditempat bersih dan kota juga menawarkan suasana yang menyenangkan. Berbeda halnya dengan sisi mata koin lainnya, yakni bekerja sebagai petani. Selain penghasilan yang tak jelas, spekulasi usaha yang semakin sulit dikarenakan perubahan cuaca yang kian ekstrim, juga pekerjaan berkotor-kotor ria di sawah yang mungkin saja akan menurunkan gengsi pemuda desa.
Bayangkan jika para petani kita saat ini suatu saat mulai kehabisan energi, siapa yang akan menanam padi di sawah? Esai ini tak bermaksud menyuruh para pembaca untuk secara sporadis langsung bercita-cita sebagi petani, namun untuk memberikan porsi kedalam pemikiran di bidang pertanian, walau sedikit saja. Permasalahan seperti ini yang sungguh unik untuk dibahas dan didiskusikan oleh pemuda Bojonegoro.
Gagasan yang ditawarkan oleh penulis sebagai pemuda adalah, untuk pertama-tama yakni memperbaiki sarana dan prasarana pertanian. Hal ini telah mulai dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian berupa pembangunan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) dan pemberian bantuan alsintan berupa traktor dan pompa air di beberapa daerah penerima program bantuan UPSUS (Upaya khusus peningkatan produktivitas pertanian pangan).
Kedua, meminimalkan resiko spekulasi yang seringkali terjadi di bidang pertanian. Spekulasi yang benar-benar sentral adalah harga, baik sejak produksi sampai panen dan pasca panen. Berbicara mengenai pertanian sangatlah unik karena berbagai faktor. Selain produk yang dihasilkan seringkali musiman, distribusi dari desa ke tempat yang membutuhkan produk yang berantai panjang, hasil produk yang perishable (mudah rusak), juga penciptaan produk yang sungguh banyak mengandung resiko seperti hama, kekeringan dan lainnya. Resiko seperti ini yang perlu diminimalkan, entah bagaimana caranya (akan didiskusikan).
Gagasan ketiga adalah dengan peningkatan daya beli petani dengan diversifikasi usaha diluar bidang pertanian. Ada yang menarik dari gagasan ketiga ini. Penulis memiliki teman yang juga masih sama mudanya (22 tahun) yang bekerja sebagai petani. Seorang teman ini adalah seorang sarjana pertanian lulusan Universitas Bojonegoro. Selain sebagai petani yang menggarap sawah milik bapanya, seorang teman ini juga memiliki tambak lele. Dalam sebuah obrolan santai di warung kopi, seorang teman ini menyatakan bahwa bekerja dibidang pertanian dan agrokompleks tak melulu selalu sengsara dan sedikit menghasilkan uang, seperti yang selalu di-stereotipekan oleh berbagai kalangan. Dari yang awalnya hanya memiliki satu kolam, saat ini sudah bertambah jadi 3 kolam dan rencananya akan bertambah pada akhir tahun ini. Saat sawah panen dan bera, atau bahkan kekeringan, seorang teman ini masih bisa mendapatkan penghasilan dari budidaya lele. Hebatnya lagi, bisnis budidaya lele ini adalah milik pribadinya sendiri, lepas dari campur tangan orang tua dari teman penulis. Untuk rincian keuntungan dan usahanya bisa bertanya via email di firmansentotap@gmail.com. Diversifikasi usaha juga tak melulu di bidang lele, masih ada banyak plihan alternative seperti budidaya tanaman pekarangan atau lainnya.
Mendengar cerita sukses dari seorang teman, penulis berencana untuk terjun didunia perikanan dan pertanian mengikuti jejak tokoh seorang teman diatas. Kebetulan keadaan yang ditawarkan benar-benar sama persis. Sepertinya sungguh asyik bekerja di bidang pertanian, akan sangat unik dan terkesan anti-mainstream. Namun juga perlu diingat untuk memiliki mental kuat dan tidak gengsi untuk terjun berkotor-kotor di sawah.

Penutup
Penulis menyadari tulisan dalam esai ini masih melebar dan gagasan-gagasan yang disampaikan terlalu utopis. Kurang lebihnya inilah yang bisa disampaikan untuk sedikit berkontribusi dalam pembangunan pemuda Bojonegoro. TANI JOYO!


*Catatan: Sumpah aku muwales banget waktu ngerjai esai ini, wakaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar