Selasa, 25 Maret 2014

Serigala dan Domba

Sejak permulaan zaman sampai saat ini, kelompok manusia yang mewarisi kedudukan terhormat terus bersinambungan dan bergabung dengan para pendeta dan pimpinan-pimpinan agama. Dengan cakar-cakarnya yang runcing kelompok ini mencengkram semua leher manusia. Hal seperti ini tidak akan sirna kecuali dengan sirnanya kedunguan dari alam itu sendiri, yakni disaat akal setiap lelaki menjadi raja dan hati setiap perempuan menjadi pendeta.
Anak-anak yang mewarisi kehormatan itu sama membangun istananya dengan jasad orang-orang miskin yang tak berdaya, sedang para pendeta membangun haikal diatas kuburan orang-orang yang mau percaya dan tunduk. Sang raja mencengkram petani miskin, sedang para pendeta mengulurkan tangannya ke kantong petani. Para hakim memandang dengan muka cemberut kepada anak-anak ladang, pemuka-pemuka agama melengos dengan tersenyum.
Dan kemudian diantara singa yang cemberut dan serigala yang tersenyum, sekawanan domba tentulah akan lenyap...
(Kahlil Gibran, Kahlil si Kufur - bagian kelima, Kelopak-kelopak Jiwa)