Jumat, 11 Desember 2015

Pendakian Gunung Penanggungan (Via Trawas)



Karena saking ndak ada kerjaannya dengan status yang masih pengangguran friksional, akhirnya tulisan ini kuberanikan. Aku ingat masih ada banyak catatan perjalanan yang belum ditulis, dan mumpung waktu masih longgar-longgarnya maka okelah mari menulis lagi. Pendakian Penanggungan ini kulakukan bersama teman-teman pada 04 Mei 2015 lalu. Waktu itu sedang semangat-semangatnya beri apresiasi diri atas berhasilnya ujian sidang skripsi pada 29 April. Tak berselang lama, terkumpullah gagasan untuk pendakian ini. Anggota pendakian Penanggungan yakni aku sendiri, Ali, boyek, ashe, Dessy Alawiyah, Septy cecep dan Desi Kurnia (pacar ashe). Setelah persiapan gear, logistic, informasi pendakian dan juga keperluan lain yang berhubungan dengan aktivitas pendakian kami berjalan oke, berangkatlah kami.
Senin pagi pkl 09.42 di 04 Mei kami berangkat dari Malang menuju Trawas. Tak memakan waktu lama, pkl 11.50 kami sampai di pos awal perizinan pendakian gunung Penanggungan. Biaya perizinan hanya rp. 5000 saja. Di pos perizinan terdapat juga banyak warung makan, penitipan motor, dan penyedia jasa persewaan peralatan pendakian, namun alangkah lebih baiknya kalau gear pendakian disiapkan dulu semua dari Malang sebagai antisipasi kalau seandainya persewaan peralatan pendakian di Penanggungan rent out atau mungkin terdapat kendala lainnya.
Setelah mengurus perizinan pendakian dan beli bekal nasi bungkus di warung sekitar, pkl 12.47 kami memulai pendakian. Oiya, si boyek berangkat lebih dulu paginya, dia mau latihan ndaki soloan untuk persiapan pendakian Rinjani-nya. Kami sepakat bertemu di pundak dan dirikan tenda bareng. Bekal nasi bungkus di awal pendakian ini kebiasaanku dalam mendaki, sebab tak perlu repot di hari pertama bongkar-bongkar tas keril untuk cari perlengkapan masak, dan juga pada hari awal pasti fisik sedang letih-letihnya, jadi akan lebih santai.
 
 
 
 
Berdasarkan informasi yang kami dapat, pendakian gunung Penanggungan cukup dilalui dengan waktu tempuh waktu 4-5 jam untuk sampai di Puncak, cukup singkat. Dari pos perizinan sampai Puncak Bayangan makan waktu 2 jam, namun karena dalam tim ada cewe dan kami sering berhenti untu istirahat, butuh waktu lebih dari 3 jam untuk kami sampai. Pemandangan di hutan Penanggungan seperti hutan-hutan gunung lain pada umumnya. Jalur trek lumayan terjal dengan kemiringan berkisar antara 45-50 derajat atau bahkan lebih. Pkl 16.11 kami sampai di Puncak Bayangan.
 
Pemandangan di Puncak Bayangan sungguh amat sangat indah sekali banget! Walaupun ketinggian gunung Penanggungan yang tergolong rendah yakni 1653 mdpl, tapi ternyata tak mengurangi kekerenan view Penanggungan. Setelah shalat dan makan bekal, saat itu sedang sejuk-sejuknya, kami duduk-duduk dan nongkrong santai juga bercengkrama, sambil mata dan pikiran kami sesekali takjub oleh lukisan keren Tuhan di pelupuk mata kami. Kami dapat pandangi gunung Arjuno tepat menghadap Puncak Bayangan. Awan dari kejauhan tampak berjalan anggun beriringan, halus berlekuk-lekuk dan ada yang berbongkah seperti papan. Angin sepoi-sepoi menerpa muka kami, juga menghempas pelan perdu rerumputan ilalang yang kemudian tampak seperti menari-nari. Sungguh benar-benar senja yang membuat kami larut dan tenggelam dalam indahnya lukisan dari Tuhan, sebaik-baiknya pelukis. Memang tempat-tempat indah seharusnya dikunjungi dan dilihat menggunakan mata kepala sendiri biar makin dalam syukur pada nikmat Tuhan…
Wuihhh puitis banget aku yak, pake majas personifikasi segala lagi, wakaka *lupakan*
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
Kami harus melanjutan kembali perjalanan. tujuan pendakian hari pertama memang langsung Puncak Pawitra, Penanggungan. Dari Puncak Bayangan menuju puncak Penanggungan memakan waktu sejam lebih. Trek menuju puncak Pawitra tergolong terjal dengan medan pijakan kaki yang didominasi batuan cadas, harus ekstra hati-hati terutama saat musim hujan. Kami sampai di puncak Pawitra pkl 18.17, langsung ke balik bukit menuju spot tanah datar untuk dirikan tenda. Disini juga kami jumpai si boyek sedang leha-leha kelosotan di tanah. Kami segera dirikan 3 tenda karena tak kuat dengan udara dingin yang datang menyergap. Tenda berdiri, peralatan masak dikeluarkan, nyeduh kopi, kemudian lanjut ngobrol sama teman-teman setenda, kemudian istirahat.
Esok paginya, selasa 5 Mei 2015, kami langsung jalan-jalan berkeliling seputaran lembah kecil di puncak Penanggungan. Pemandangannya kembali lagi amat sangat kece, namun sesekali tertutup kabut. Lumpur Lapindo terlihat dari bukit kecil yang kami panjat. Ada juga goa kecil di sisi yang menghadap puncak Pawitra, didalamnya ada jerami-jerami kering dan dijumpai sisa-sisa kayu bakar atau jejak memasak lainnya.
 
 
 
 
 
Kembali ke tenda, kami langsung menyasar logistik dan bahan-bahan makanan untuk dimasak. Berkat adanya cewe-cewe, teman dan adek kami sekalian, masakan bisa disajikan dengan, mmmm, mamamiaaaaaa wakaka… menu kami pagi itu yakni nasi, tumis kangkung, tempe goring, sarden, kornet, ayam kecap dan ada juga nasi jagung, Luxurious! Kami makan dengan lahapnya, juga dengan senda gurau dan ketawa lepas bersama teman-teman, syahduuuuuuu…
 
 
Akhirnya sampai pula pada saat kami harus pulang. Setelah berkemas dan pastikan tak ada barang dan sampah yang tertinggal, kami naik ke puncak Pawitra 1653 mdpl, makan waktu hanya 5 menit dari lembah kecil Pawitra. Waktu itu sedang berkabut, sesekali sewaktu-waktu cuaca berubah cerah, dan kami langsung berebut untuk berfoto. Pkl 13.19 kami mulai menuruni gunung. Ada kejadian lucu saat perjalanan kami turun, waktu itu kami berpapasan dengan banyak anggota Brimob yang sedang menjalani latihan mendaki gunung Penanggungan. Si Septy tiba-tiba tertawa pecah, tak taunya ternyata ada anggota Brimob yang mukaknya amat sangat mirip dengan muka si Ali, bak Durian dibelah dua, eh Pinang. Kami pun sumpah ikut-ikutan tertawa ramai, juga anggota Brimob lainnya. Li Ali, dulur yang tertukar wakakaka :D
 
 Ini aku ndak tau, entah prasasti atau bahkan kuburan. Lokasi di tanjakan bukit menuju Pawitra...
 
 
 
 
 
 

 
 
Kami banyak berhenti untuk istirahat, juga karena hujan deras yang turun waktu itu. Baru bisa sampai di pos awal perizinan pkl 18.06, meleset jauh dari perkiraan awal yang mungkin hanya makan waktu 1-2 jam. Tapi tak mengapa, karena hati kami puas dan senang horeeeee… kami segera melapor ke petugas pos bahwa anggota tim kami telah kembali dengan selamat, sambal serahkan kantong sampah pendakian. Setiap kantong sampah yang diserahan pada petugas akan mendapatkan reward dan kenang-kenangan dari petugas pos perizinan dengan stiker pendakian untuk seluruh anggota tim. Oiya, nama dari tim pendakian kami adalah #karenaakusayangkamu. Memang waktu itu sedang ngehitsnya hastag tersebut. Waktu ditanya kenapa mendaki? Jawabnya: #karenaakusayangkamu wakakaka koplakk…

Demikian catatan tim pendakian #karenaakusayangkamu di gunung Penanggungan, sebuah perjalanan yang menjadi catatan, ditulis, kemudian menjadi kisah. Pawitra beserta hutan dan perdu rerumputannya, semai rinduku untuk kembali…