Sabtu, 19 November 2016

Pendakian gunung Pandan



Dalam perjalanan ke Desa Atas Angin sebelumnya yang telah ditulis, pernah kubilang bahwa ingin sekali untuk selanjutnya mendaki ke gunung Pandan, yang puncaknya terlihat lumayan jelas dari bukit Atas Angin. Ingin sekali rasanya waktu itu untuk segera bisa rasakan segarnya udara gunung, atau sekedar meringkuk tidur ngeringkuk kedinginan dalam sleepingbag dan tenda di alam lepas kembali.
10 September, sudah lama sekali kuincar tanggal ini. Akhir pekan yang sangat tepat untuk melakukan pendakian ditengah kesibukan kerja, sebab libur bertambah sehari karena senin tanggal merah (Idul Adha). Perencanaan sudah dilakukan dengan matang, teman-teman sekopian telah kuberitahu untuk mengosongkan jadwal akhir pekan mereka.
Anggota tim pendakian ini adalah Ayik, Alvin dan Husain. Sabtu siang tepat setelah pulang dari kantor (harus ngantor untuk selesaikan beberapa urusan), kami berangkat naik motor susuri jalan menuju wilayah Bojonegoro bagian selatan. Dari Kanor, Sumberrejo menuju kota Bojonegoro, bertolak ke arah Dander, Temayang, dan sampai ke Klino, Kecamatan paling selatan Bojonegoro yang berbatasan langsung dengan Nganjuk. Sore hari kami sampai di base camp, rumah terakhir warga sekitar. Pendakian gunung Pandan dimulai dari Desa Klino, dan untuk sampai di puncak ternyata bisa ditempuh menggunakan motor, kata penduduk sekitar. Setelah melalui diskusi kecil, kami langsung seiya-sekata pada putusan menggunakan kaki-kaki sendiri demi sampai di Puncak. Nyatanya dalam perjalanan kami jumpai track jalan yang cukup terjal, apalagi pada track menjelang puncak yang miliki tebing curam atau jurang  dalam, dan yah kubilang akan sangat sulit sekali kalau ditempuh pakai motor biasa. Lagipula, akan sangat memalukan sekali bagi kami yang telah terlihat sangat keren membopong tas keril berat (tidak terlalu bagiku) apabila tak gunakan kaki sendiri untuk berjalan.
Pkl. 16.42 kami baru memulai start pendakian dari rumah penduduk terakhir, yang tepatnya adalah cucu dari mendiang kakung Imam Marsan (sesepuh gunung Pandan), tempat motor kami titipkan. Kesorean memang, untung saja cuaca lagi bagus jadi okelah. Ada sensasi aneh pada tiap langkah waktu itu, rasa menyenangkan yang teramat lama tak meletup-letup muncul kembali. Penat karena kesibukan kerja langsung terlepas, pundak pengangkat tas keril sekalipun terasa begitu enteng, menyenangkan sekali. There is an overwhelming pleasure in every simple step our foot take through the pathless woods!
 
 

Waktu tempuh untuk dapat sampai di puncak Pandan terbilang singkat, hanya butuh waktu pendakian 2 jam saja, sudah terhitung waktu istirahat untuk leyeh-leyehkan kaki atau sandarkan punggung saat letih sudah mulai merajuk. Sampai di puncak hal pertama yang kami lakukan adalah orientasi medan mencari tempat paling pas untuk dirikan tenda. Butuh usaha lebih memang dirikan tenda saat sudah gelap, apalagi di gunung saat dingin sudah memulai memeluk. Sumpah, perjuangan seperti ini yang menjadikan pendakian gunung begitu berarti. Ketelatenan dalam mendirikan tenda dengan pasak-pasak yang harus tertancap kuat ditiap sudut agar tenda berdiri kokoh dan mampu sebagai tempat teduh saat badai datang, bersabar menjaga api dan meracik bumbu masakan saat perut mulai keroncongan, bersusah-susah nyeduh air panas untuk bikin kopi atau susu cokelat hangat, atau bahkan sekedar untuk nyalakan korek api sekalipun butuh perjuangan ekstra karena jari-jari mulai terasa beku, semua dilakukan saat badan terasa letih. Bahkan dari hal-hal kecil seperti ini, para pendaki dapat begitu menghayati limpahan nikmat Tuhan yang tak boleh lagi didustakan.
Tenda berdiri, semua masuk ke dalam, menata letak dimana keril dikumpulkan atau kepala direbahkan, semua makanan terkumpul pada satu titik, sleeping bag dan peralatan masak lengkap dengan piring gelas dan saset kopi. Diluar badai kecil datang tiba-tiba, tenda kami takkan kalah kokoh, seolah menjadi shelter tempat berlindung paling aman di dunia pada malam itu. Air panas telah diseduh, kudapan kecil nikmat dihidangkan bersama secangkir kopi panas sebagai penghangat dalam dingin udara gunung, obrolan panjang menyenangkan tentang apa saja dan gurih gelegar tawa bersama kawan-kawan satu tenda, kesederhanaan yang rasanya begitu amat sangat mewah. Fabiayyi alaa i Rabbikuma tukadzibban?
Pagi hari. Badai selalu menyisakan  pohon-pohon terkuat juga pendaki-pendaki yang tabah.
 
 
 
 
 

Gunung Pandan merupakan puncak tertinggi Bojonegoro walau dengan ketinggian hanya 890 mdpl. Disebut gunung Pandan karena dipuncaknya banyak sekali dijumpai tumbuhan Pandan yang tumbuh liar disamping-samping tebing.
One mission accomplished, BIG TIME!