Minggu, 08 Maret 2015

Itu senja, sayang...

Angin tipis-tipis menerpa tubuh dan pikiranku. Aku sedang termangu menyaksikan senja. Awan bergumpal tampak berarakan dari barat jauh, dan tampaknya sinar mentari sebentar lagi akan berpulang dari peraduannya, menyelinap mengintip diantara celah-celah awan yang tak pernah kekal bentuk rupanya itu.

Aku selalu menyenangi senja, sama halnya dengan menyenangi fajar dipagi yang elok. Dalam hati kemudian ada yang menarikku keras ke belakang, ternyata kenangan. Dia minta agar aku tak pernah tinggalkannya, dia minta agar aku selalu hidup bersamanya, disisinya. Tapi sayang, Tuhan yang menggerakkan langkahku ingin aku segera bergegas, dan aku memang harus segera berlari menyongsong takdirku.

Tidak sayang, takkan kutinggalkan kau barang sedetikpun...
Kita masih akan terus melangkah bersama. Kubutuhkanmu seperti kubutuh akan udara. Maka doronglah, jangan menarik. Karena sayang... Kita benar-benar telah berbuat sebaik apa yang kita bisa.

Matahari mulai turun berkelindan perlahan. Dan diujung runcing penaku ini, kutuliskan bahwa benar adanya seseorang yang berkata tiada terang yang seterang senja.
Setiap orang menciptakan kenangan, sayang...

(Sabtu, 7 Maret 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar