Rabu, 13 Januari 2016

Main-main ke Lumajang (B29 dan Tumpak Sewu)



Perjalanan ini sudah kuidamkan sejak puasa Ramadhan belum berakhir. Sebulan penuh istirahat dari aktivitas fisik dan petualangan yang mendebarkan bikin otakku jadi lumayan tumpul duhh. Jadilah waktu itu saat sedang balik ke Malang, sempat-sempatkan untuk main. Destinasi yang kupilih kali ini adalah Lumajang. Browsing pada waktu-waktu yang lalu mengenai bukit B29 yang masih masuk TNBTS kesatuan Probolinggo, Pasuruan dan Malang semakin membulatkan niat untuk segera kunjungi kota ini. Pada acara MTMA di channel salah satu televisi swasta yang tak sengaja tertonton waktu itu juga menampilkan Coban Tumpak Sewu di pinggiran Lumajang, ciyeee anak maytrip wakaka gaklahh.
Tujuan pertama tentu saja B29. Teman-teman sudah banyak bercerita mengenai sebuah bukit yang ketinggiannya melebihi puncak tertinggi penanjakan Wonokitri, Probolinggo. Juga dalam cerita itu ada bumbu-bumbu yang memancing-mancing hasrat untuk kembali dipeluk kabut dingin di ketinggian beberapa ribu meter, mengenai lautan awan di lautan pasir Bromo, semua itu buatku merinding rinduuuuuu…
Beberapa hari menjelang keberangkatan, aku mencoba membujuk teman-teman untuk temani perjalananku kali ini. Setelah melalui usaha negosiasi yang alot, terbentuklah formasi main kali ini. Ashe, Desi dan mas Ial bergabung dalam tim. Semua keperluan, gear, logistik, kesiapan fisik dan kendaraan telah dipersiapkan dengan baik, begitu pula dengan tanggal keberangkatan.
Jumat, 19 September 2015 pkl 14.30 kami berangkat. Tujuan utama tentu saja B29. Keberangkatan kami molor dari jam yang ditentukan, biasaaaaa, arloji orang Indonesia memang ada karetnya. Lain kali harus lebih disiplin lagi, harus membiasakan yang benar bukannya membenarkan yang biasa! Untuk menuju B29 di Lumajang kami menempuh jalur ke arah gunung Bromo dan Semeru. Sampai di desa Ranupani (pos pendakian Semeru) pkl 16.30, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju desa Argosari, Lumajang. Jalan yang dilalui dari Ranupani menuju Argosari sungguh sangat sepi dan panjang. Disamping kiri dan kanan benar-benar hutan yang lebat. Jalan yang dilalui awalnya berpaving dan buruk, namun lama kelamaan sudah beraspal halus dan cenderung aman. Akan sangat disarankan untuk berhati-hati mengingat jalanan yang licin dengan teksturnya yang super nggeronjal, pastikan pula kendaraan dalam kondisi prima.
 Berbincang dengan penjual jaket pendakian gunung Semeru. Jalan Ranupani-Senduro, Lumajang.
Desa Argosari tak sulit untuk didapati, terletak di pinggiran kota Lumajang tepatnya di Kecamatan Senduro, dengan banyak papan arah menuju B29. Kami sampai di Argosari pkl 19.30 setelah sebelumnya menyempatkan makan malam di warung, terlalu larut untuk melakukan pendakian memang. Motor kami titipkan di rumah pak RT, karena sungguh ta memungkinkan untuk melanjutkan perjalanan menaiki motor sampai di puncak. Waktu itu sedang ada perbaikan jalan menuju bukit B29, berupa pavingisasi dan pengerasan untuk memudahkan akses pengunjung, untuk memperbanyak jumlah pengunjung pula tentunya. Dari tempat penitipan motor sampai ke pos perizinan kami harus nanjak jalan kaki sejauh 4km. di pos perizinan pengunjung kami istirahat sejenak dan disambut dengan ramah sekali oleh petugas dan pos dan pekerja perbaikan jalan yang bermalam di pos, Kami ngobrol banyak hal, dan disuguhi teh hangat, sangat membantu ditegah udara yang betul-betul dingin. Biaya untuk masuk ke bukit B29 murah saja, hanya rp. 5rb per kepala, penitipan motor rp. 5rb untuk satu malam. Dari pos perizinan menuju puncak bukit B29 berjarak 1,5 km yang kami tempuh dengan waktu hampir 2 jam. Waktu jalanan yang kami lalui benar-benar berpasir, hampir diatas mata kaki dalamnya kaki kami masuk dalam tiap pijakan. Project pengerjaan jalan ini akan selesai sebelum tahun baru 2016, jadi bagi yang ingin berkunjung ke B29 seharusnya saat ini jalanan sudah bisa dilalui dengan baik dan lancar oleh kendaraan. Kami sampai pkl 22.30 dan segera mendirikan tenda untuk langsung beristirahat.
 
Pagi hari kami bangun, di sabtu 19 September, kami langsung berada pada suasana yang dingin-dingin sejuk menyenangkan. Kami langsung naik pada puncak tertinggi B29 dan mendapati panorama yang suuuuuuper. Di depan kami tersuguhkan pemandangan dataran tinggi Bromo pagi hari, lengkap dengan lautan pasir beserta kabut tipis-tipis. Sesekali tampak dari kejauhan kendaraan hardtop bergerak sangat lambat saking kecilnya. B29 merupakan sebutan untuk bukit atau Bromo dengan ketinggian 2900 mdpl. Kami dengar juga ada puncak lain yang lebih tinggi, disebut B30, namun memang tak tahu dimana letaknya. Mungkin sama saja dengan B29, hanya selisih 100 m ketinggian saja dari B29.
 
 
 
 
 
 
 
 
B29 ini merupakan bukit yang puncaknya memiliki permukaan lapang, cukup untuk mendirikan sampai 50 tenda, tentunya dengan mempertimbangkan kecepatan angin dan keadaan cuaca. Kami tak melewatkan momen ini dan langsung segera berburu foto sambil ngobrol seru dan bersenda gurau. 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Di puncak kami temui pula di salah satu pohon yang pada rantingnya menyangkut suatu barang… emm mohon maaf, celana dalam. Jiamput, sing gawe sampah dolanan iki paling raine kaya sempak! Semoga sudah dibersihkan oleh petugas setempat. Duhh, lupakan bahasa yang jorok tadi, hanya sekedar intermezzo buat arahkan kemarahan, hahaha…
Puas dengan panorama yang telah tersuguhkan dan dinikmati, kami kembali ke tenda untuk bikin susu dan makan jajan camilan yang kami bawa. Dengan sedikit akselerasi dan guyonan yang khas, suasana dingin pecah dengan kejenakaan dan tawa dari, oleh dan untuk masing-masing dari kami. Sungguh waktu-waktu berkualitas, suasana seperti ini yang nantinya selalu ada untuk dirindu…
Kami memutuskan untuk berkemas. Setelah semua terkemasi dan masuk dalam tas keril, kami turun bukit dengan kembali melalui jalan berdebu semalam. Untungnya tak jauh setelah berjalan, kami dapat tawaran yang ramah dari sopir truk untuk naik membonceng ke truk sang sopir, penangkut bahan bangunan yang kebetulan akan turun. Tanpa basa-basi langsung saja kami terima. Kalau ngojek, bisa-bisa uang rp. 50rb ludes. Di B29 ini juga tersedia ojek buat pengunjung yang tak cukup kuat untuk bersusah-susah mendaki, jadi tenang saja. Setelah istirahat sejenak, tiba waktu kami untuk berpamitan dan meninggalkan B29 Argosari.
 
Tujuan selanjutnya adalah air terjun Tumpak Sewu, namun sebelumnya kami sempatkan mampir dulu ke Pura Mandara Giri Semeru Agung. Pura ini sungguh besar, dan pada sore hari waktu kami mampir makan di warung yang tak jauh dari letak pura, kami dapati berjejeran bus pariwisata beserta penumpangnya datang berkunjung kesini. Aku sempat bertanya pada pemilik warung, ternyata Pura ini memang menjadi “jujukan” para wisatawan maupun untuk bersembahyang rombongan saudara-saudara kita kaum Hindu dari Bali. Juga diceritakan bahwa Pura ini berhubungan dengan ritual pengambilan air suci dari mata air kaki gunung Semeru pada zaman jawa kuno dan memiliki sangkut paut dengan Pura utama umat Hindu di Besakih, Bali. Huwooo, Lumajang ada yang seperti ini juga ternyata, keren sekaleeeeee. Kami masuk ke Pura dalam keadaan kotor dan lusuh, namun penjaga Pura dengan ramah sekali mempersilahkan kami masuk dan melihat-lihat juga mengambil foto. Satu-satunya larangan di Pura ini hanya tidak diperbolehkan untuk menaiki patung yang ada. Tentunya jaga attitude memang penting, juga kesantunan dalam berkunjung. Pada salah satu titik di pelosok Jawa Timur ini sungguh benar terdapat sebuah Pura yang agung!
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Lepas dari Pura, kami sempatkan mampir kembali ke warung makan yang kemarin kami kunjungi, karena porsinya yang kuli, masakan yang lezat dan harganya yang murah pula hehe. Setelah perut kami fulltank langsung kami melanjutkan perjalanan menuju air terjun Tumpak Sewu. Menyusuri jalur selatan jalanan Jawa Timur, sampai juga kami di destinasi selanjutnya. Tumpak Sewu berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang. Desa ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Malang, bahkan Tumpak Sewu sendiri merupakan batas wilayah Kabupaten. Kami sampai di Tumpak Sewu pkl 12.30 dan langsung menuju parkir motor. Untuk masuk ke Tumpak Sewu pengunjung dikenakan bea rp. 5rb beserta parkir motor rp. 5rb. Kok daritadi maribu mulu ya? Meneketehek, memang segitu kok tarifnya, dan kutulis benar dalam catatanku.
 
 
 
 

 
 
 
 
Kami langsung lanjut berjalan, tak sabar ingin segera main air, mengingat badan yang daritadi penuh debu di B29. Untuk main air di Tumpak Sewu pengunjung harus melalui medan yang cukup berat berupa turunan anak tangga yang lumayan curam. Jujur saja kemarin waktu turuni anak tangga sempat merinding juga, tapi pas naiknya aman kok. Lebih suka naik daripada turun, dan kalau memang turun pasti pake kuda-kuda naik dengan jalan mundur. Anak tangga di Tumpak Sewu terbuat dari potongan bamboo yang telah dirakit sedemikian rupa hingga menjadi kokoh. Juga terdapat pegangan disamping-samping tebing berupa tali-temalian dari tampar yang cukup efektif membantuku dan teman-teman juga pengunjung lain. butuh waktu 45-sejam turun ke pusat luruhan air Tumpak Sewu. Debit air yang jatuh sungguh luar biasa besar, percikan airnya sampai terasa bahkan sejak jauh-jauh dari pusat jatuhnya air. Sampai di bawah kami ngaso sejenak luruskan kaki dan segera kami kemon menuju dataran jatuhnya seribu air terjun yang emezjing. Di tengah jalan kami sampai di pos dan bayar uang retribusi kembali sebesar Rp. 5rb, nah disini kami dan pengunjung lain temukan keganjalan. Penjaga pos menyampaikan bahwa pos ini berasal dari wilayah Malang, sedang pengunjung dari pos Lumajang wajib membayar retribusi kembali. Memang benar untuk sampai di Tumpak Sewu ternyata dapat pula melalui jalur Malang, tapi jaan yang dilalui wuuhh sumpah terjalnya amit-amit kulihat duhh. Saat sampai di pos izin Lumajang sudah kami laporkan mengenai keberadaan pos yang boleh jadi illegal ini, dan petugas dari Lumajang bilang kalau memang orang dari “sana” nakal-nakal. Penjaga pos Lumajang ini ramah sekali, waktu ngobrol-ngobrol kami ditawari secangkir kopi dan gorengan plus jajanan tradisional, mereka bilang suruh ikhlaskan saja, dan kami memang sudah tak ada pikiran. Sempat ada pengunjung lain yang berdebat sengit dengan petugas yang mungkin “abal-abal”, tapi yasutrah lah kami tak mau ambil pusing dengan hanya lima ribu rupiah saja.
 
 
 
 
Tumpak Sewu sungguh menawarkan keajaiban alam yang amat sangat keren sekali banget. Tinggi tebingnya mungkin lebih dari 200 m, dengan debit air jatuh yang besar. Bediri di jatuhan airnya saja badan rasanya langsung mau runtuh. Percikan air dari jatuhan air jatuh kemana-mana, utuh seperti hujan. Kalau main air disini, pastikan semua gadget dan dompet terbungku kresek plasik. Tak jauh dari pos masuk tadi, ke arah kiri terdapat Goa tetes. Dari pos ke Goa Tetes makan waktu jalan 15 menit saja. Disini curahan airnya lebih bersahabat, dan lebih asyik untuk dipakai main apalagi kalau ta ada pengunjung lain, wuoooo berasa kolam milik sendiri hahaha. Kami sungguh-sungguh menikmati liburan main kali ini, sampai tiba waktunya harus kembali lagi ke Malang.
 
 

 
 
Lumajang, sebuah kota kecil di Jawa Timur dengan suguhan pesona alamnya yang permai tak terkira. Juga yang patut diingat adalah keramahan penduduknya yang haaaaaangatnya luar biasa. Suatu saat harus balik lagi kesini, Lumajang sampai jumpa …

1 komentar:

  1. Air terjun dengan keindahan alam yang luar biasa. Untuk mencapai lokasi air terjun, dapat melalui 2 jalur. Jalur atas medan yang dilalui lebih ringan. Cocok untuk yang tidak terlalu menyukai aktivitas fisik yang berat. Jika melalui jalur bawah, Anda akan melalui medan yang cukup sulit dan terjal. Tetapi sebagai bonus, terdapat wisata Goa Tetes yang bisa Anda kunjungi sebelum menuju ke Air Terjun Tumpak Sewu

    BalasHapus