Sabtu, 06 Desember 2014

Pendakian Gunung Panderman



Malam ini aku sedang nganggur berat, bukan karena memang tak ada kerjaan, tapi masih sengaja menganggurkan diri untuk recovery dan kembali bugar pasca mbolang solo ke Baluran kemarin. Pas sedang santai, teringat aku ada bnanyak hutang menulis untuk perjalanan-perjalanan yang belum aku tuliskan. Sebenarnya masih males juga ya, tapi untuk mengurangi tanggungan hutangku okelah malam ini aku harus lagi-lagi memeras otak kananku. Hhhh…
Ini perjalanan pendakian ke gunung Panderman bulan Mei lalu, sudah cukup lama memang. Singkat saja ya dalam paper ini, karena memang tak banyak cerita yang harus kutuliskan (itu yang buat aku lumayan tak semangat nulis paper Panderman ini huhuhu). Gunung Panderman berada di sebelah barat daya kota Batu, yang juga merupakan salah satu pintu masuk menuju gunung Butak yang lebih ekstrim. Gampang saja cara menuju Panderman, bisa dengan angkutan umum yang diteruskan ojek atau dengan sepeda motor sendiri. Aku memilih motor sendiri, untuk memudahkan akses saja karena tempatnya yang dekat dengan kota Malang.
Kamis, 14 mei aku siapkan semua perbekalan dan gear pendakian. Sudah berhari-hari pikiranku kalut, Edelweiss hatiku layu, ya, si Mifta pacarku saat itu, sedang ada masalah antara kita waktu itu. Tapi awal bulan aku juga sudah ngetwit di Twitter hastag #15meiPanderman #15meiPanderman #15meiPanderman, jadi harus nepati omongan sendiri. Semua gear telah aku siapkan dengan baik, pagi 15 mei siap meluncur. Beda dari pendakian-pendakian lalu, jujur saja ini adalah pendakian galau, huaaahahaha. Dan aku ingin mendaki sendiri saja, sendiri dulu.
15 mei pagi-pagi sekali aku telfon partner mendaki asikku si ashe, kubilang hp ku akan off 2 hari, kalau ada yang nyari aku akan baik-baik saja. Tapi si ashe memaksa memberitahu destinasi mbolangku, dan *jengjengjeng* dia mau ngikut ke Panderman. Okelah persiapan dadakan segera dilakukan.
Dari Malang kota menuju pos perizinan mungkin hanya sekitar 45 menit dengan motor untuk amannya. Setelah registrasi dan perizinan, juga nitip motor, kami bergegas menuju jalan setapak pendakian. Medan awal yang kami lalui masih beraspal, melewati persawahan penduduk dan kemudian masuk jalan setapak berpaving. Setelah tak lama kemudian ada persimpangan jalan, kiri adalah menuju Panderman dan kanan menuju gunung Butak. Sekedar intermezzo, aku sudah lama memimpikan jalan setapak ke kanan ini. Pendakian merah-putih, pendakian sumpah pemuda, pendakian hari pahlawan, pendakian Firman Sentot Abintara P., semuanya gagal karena berbagai sebab mulai dari kebakaran hutan hingga cuaca buruk.
Tidak jauh jarak pendakian yang harus dilalui. Dari pos perizinan menuju latar ombo, sejenis pos dalam pendakian, membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit. Aku dan Ashe memutuskan untuk mengikuti jalur yang dibuka oleh penduduk setempat. Jalannya curam dan masih bersemak lebat. Pendaki menyebutnya teknik potong kompas, tapi jangan ditiru ya untuk keselamatan pendakian., lebih baik lewat jalur yang aman dan benar-benar umum digunakan. Latar ombo ini berupa tanah lapang yang cukup luas, bisa untuk mendirikan cukup banyak tenda, dan di tempat ini juga biasa digunakan untuk kegiatan kemahasiswaan dan outbound seperti diklat dan sebagainya. Di sini kami berhenti sejenak untuk nyemil jajanan yang kami bawa, Powering UP!

Setelah puas, perjalanan dilanjutkan kembali. Trek menuju puncak Panderman kami tempuh dengan waktu kurang lebih 1 jam 50 menit. Jalan setapak menuju puncak lumayan terjal dan sulit ditempuh, dengan kemiringan antara 40-60 derajat. Para pendaki harus ekstra hati-hati disini, dengan jalan yang padat pepat aku dan Ashe bersusah-susah, bisa dibayangkan susahnya mendaki Panderman saat musim hujan. Total waktu yang dibutuhkan untuk sampai di puncak kurang lebih 3 jam pendakian, tak begitu memakan waktu lama mengingat tinggi gunung Panderman hanya 2000 mdpl.
Segera setelah sampai di puncak kami bergegas mendirikan tenda, dan hup-hup tenda telah berdiri kokoh. Ternyata disini hanya ada kami berdua di puncak. Dari puncak tampak pemandangan kota batu yang tampak lumayan jauh, view-nya lumayan keren, tapi tak lama setelah itu awan segera menutupi kami dan kami segera menuju ke tenda untuk makan bekal makanan yang kami bawa dari bawah. Pada pendakian ini sengaja kami tak membawa peralatan masak karena hanya berencana nge-camp satu malam.

Malamnya setelah puas berbagi cerita dibawah asyiknya bintang-bintang Panderman dan gemerlap jauh lampu kota Batu, kami tertidur pulas. Ada cerita unik disini, yakni saat aku terbangun di malam hari ndak tau karena apa, dan kemudian aku yang segera pingin tidur lagi tapi ndak bisa-bisa karena pikiranku sedang gontai mikirkan Mifta. Kucoba makan buah apel bekal kami, kucoba bacai buku yang kubawa, masih juga nihil. Pikiranku kalut, aku harus meditasi dengan olah pernafasan yang pernah kupelajari. Dalam meditasi ini benar-benar tenang semua pikiran, kalutku ter-remuk redam, mampus kau kalut! Namun tak berapa lama kemudian headlamp yang sudah kuyakinkan sejak awal dalam posisi off, pada waktu itu nyala-nyala sendiri, dan parahnya nyala dari headlampku ini adalah mode SOS, nyala yang hanya bisa dipencet 3 kali pada tombol. Ini sungguh aneh, impossible… tak lama setelah itu terdengar seperti suara langkah kaki diluar tenda, mondar-mandir disekitaran. Aku langsung aja tutupi badanku dalam sleeping bag, wis ndak mau tau dengan apa yang terjadi diluar sana. Mungkin kalian yang sudah mampir mbaca di paperku sebelumnya tentang pendakianku Arjuno juga menjumpai pengalaman ganjilku yang mirip tipis-tipis dengan Panderman. Percayalah, semua yang aku cerita dan tuliskan adalah nyata, ndak pernah kutambah dan lebih-lebihkan, karena aku penulis yang jujur dan terhormat (kalimat andalan Mr. Droogstoppel di novel Max Havelaar).

 
 Iki ceritane When I was Your Man huhuhu hahaha...
 
 
 

Pagi hari esoknya, setelah bangun kami segera keluar tenda untuk bercumbu dengan udara segar. Disini lumayan dingin, tapi setidaknya tak sedingin gunung-gunung yang pernah kudaki sebelumnya. Tampak gunung Arjuno dari utara jauh, juga masih di kota batu yang tertutup awan tipis. Di puncak terdapat tugu yang dibangun oleh Arhanud, TNI AU, juga prasasti yang berisi tulisan penunjuk ketinggian Panderman dalam honocoroko jawa.
 



 


Ternyata ada pendaki lain yang juga nge-camp, Ashe menyapa mereka saat mau ke semak-semak buat kencing. Tenda mereka tersembunyi, sedikit agak kebawah dari sisi lain jalur setapak menuju puncak. Rupanya mereka semalam telah mendengar gelak tawa kami di tenda, tapi belum sempat menyapa kami karena sudah pewe berlindung dalam tenda dari dingin udara gunung.
Di puncak Panderman juga banyak dijumpai monyet. Hati-hati dengan monyet disini karena mereka nakal dan suka nyuri makanan. Jangan pernah biarkan plastik, makanan atau apapun keleleran diluar tenda karena mereka adalah pencuri yang lihai. Bahkan mereka berhasil menyambar plastik tempat sampah kami terkumpul, dan langsung dibawanya pergi menuju ke semak-semak. Maafkan kami Panderman, kami mengotorimu, ndak berhasil bawa sampah kami ke bawah, maafkan kami huhuhu *emotnangis*
Demikian saja catatan perjalanan dalam pendakianku kali ini, sepertinya makin hari aku ngrasa kualitas tulisanku makin menurun ya, ada apa ini. Apa karena petualanganku makin ndak menarik ya? Tapi yang jelas saat aku nulis tanpa disertai sedikit bumbu “niat pamer” maka biasanya tulisanku hambarnya terasa. Dan dalam pendakianku ini, sedikit sekali yang bisa kucerita dan pamerkan kepada kalian. Aku harus segera mintak maaf ke diriku sendiri dan segera kembali memupuk passion menulisku kembali. Ahh ini apa ini? Aku mau nulis tentang pendakian Pandermanku, jangan menulis curhatan sampah disini dasar makhluk malang.
HHH, akhirnya selesai juga paper ini, segera menuju paper selanjutnya untuk tulis dan postingkan tempat-tempat juga foto-foto yang berhasil kukunjungi dan kupotret. Untuk kalian, silahkan bermimpi gunung mana yang mau didaki, tempat mana yang mau dikunjungi, negeri ini memanggil-manggil untuk dijamah dan dicumbui. Salam lestari, salam budaya, SELAMANYA INDONESIA…

2 komentar: