Selasa, 26 Agustus 2014

Aku dan Catherine



24 Agustus aku dan Catherine bermandikan mentari, peluhku menetes terjatuh tepat mengenai bayangan my Catherine, Catherine hanya diam membisu tak sepatah kata melayang terucap, hanya karena Catherine memang bukan manusia…
Cinta yang ada dihatiku satu diantaranya milik Catherine…
Damai yang ada dijiwaku datang bersama kehadiran Catherine…
bukankah semua yang ada dilangit dan bumi bersujud pada-Nya, biarkan aku dan Catherine menyusuri alamku…
(Tamasya band - Cathrine)
Tentunya dengan sedikit modifikasi, mas Bro si vokalis Tamasya dalam musiknya gowes dengan Cathrinenya di 23 September, dan ada sedikit perbedaan abjad antara Catherine milikku dan Cathrine milik mas bro, tau kan? Hehe
Minggu ini kebetulan yang pas anggota kontrakan 910B pulang kampung, waktu dikontrakan kami sudah janjian akan gowes diminggu pagi, sedang aku sendiri sudah tak sabar pingin kencan sama Catherine sepeda hardtrailku yang anggun itu. Tujuan gowes kami besok masih sama dengan tahun lalu yakni perbukitan Kapur di Kecamatan Rengel, Tuban. Ada tambahan personil kali ini, yakni si Ardi jalituk yang ikut, dia langsung beli sepeda baru, ciyeeeh sasaran ospek ‘kenalan-dulu-donk’ kami haha. Saat akhir perjalanan sepedanya si jalituk ini bannya agak kocak gara-gara kami ospeki, hahaha. Aku dan Catherine bersama Noisy club, klub futsalnya Piter, Jalituk dan Andtok (aku ndak ikut futsal karena jarang pulang jenogoro). Ayo kita kemon, GOGOGOWESSSSS…
Minggu pagi kami berangkat, aku dan Catherine dari rumahku yang nanti nunggu Ardi dari rumahnya, Piter dan Andtok dari rumahnya juga di borno. Kutunggu si jalituk yang lupa rumahku, sepertinya dia terlampau bersemangat dengan sepedah barunya sampai bablas hingga lokasi dekat perahu penyebrangan. Okelah jadi kutunggu Piter dan Andtok di meeting point kami, SMP Kanor, sekolahku dulu yang sering kebanjiran. Rute Gowes kami melewati kecamatan Kanor, kemudian desa Semambung dan titik terakhir Kabupaten Bojonegoro paling utara hadap selatan, desa Pilang. Disini kami harus naik perahu penyebrangan utuk melewati bengawan, sedang bengawan Solo ini adalah batas antara Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Ongkosnya murah, cukup Rp. 1000 masing-masing sepeda, kami kasih Rp. 4000 pun masih di kembalikan seribu. Kami dengan asyik mengamati kapten kapal yang baik hati dengan lihai dan cakapnya memainkan perannya menahkodai kapal kecilnya, hap hap, kuliah dimana bapak ini tanya kami, mungkin di Universitas kehidupan, Fakultas pengalaman, Jurusan perkapalan bengawan. Kami bisa bayangkan gimana carut-marutnya transportasi Indonesia regional Bojonegoro-Tuban kalau tidak ada bapak-bapak penyedia jasa penyebrangan bengawan ini.
 

Masuk di Rengel kami kayuh sepeda dengan santai sambil bersenda gurau sampai ke Pasar. Di pasar Rengel ini adalah titik kedua kami mulai perjuangan. Jalanannya nanjak abis, kalau naik motor sih oke aja sebenernya. Kadang kami harus turun sepeda buat nuntun, karena ndak kuat kaki kami paddle-paddle like hell terus hehe. Sampai di bukit kapur, saatnya kami istirahat makan bekal tempe gorengan gratis lombok yang dibeli dipasar tadi, wuhhh mantabbbsss. 
 

Setelah itu kami foto-foto, bercengkrama, dan ngonthel to the max, sungguh mengasyikkan. Mengayuh sepeda di trek seperti ini ingatkan kami dengan game PlayStation 2, Downhill, ternyata tak segampang megang stick PS tapi benar-benar jauh lebih seru. Pas perjalanan pulang di kaki bukit aku juga sempat bernostalgia dengan ranjau tempatku jatuh dulu, dalamnya sekitar 1,25m dari permukaan jalan, huahahahaha dasar ranjau, brings back memories!
 
 
 
 
 
 
 

Untuk selanjutnya kami akan berganti destinasi gowes yang pastinya takkan kalah keren. Sekian saja, semoga masih bisa terus bersepeda. Catherine, bring me further more, love you so bad…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar