Selasa, 29 September jadi hari terakhir si Ali di
Malang. Hari itu Diangkutinya barang-barangnya dari kamar kos, yang juga
kamarku. Kami sejak sebulan setengah yang lalu jadi teman sekamar, karena
waktuku di rumah kontrakan lama telah habis. Sembari nunggu wisuda dan jadi
tempat istirahat di Malang, Ali tawari aku untuk sekamar dengannya. Dan hari
itu, kamar yang dipakainya berteduh selama di Malang, beserta semua
perabotannya, terlebih lagi semua kenangan selama berada disana, harus pula
diangkutya pulang ke Surabaya. Aku dan Nanang tahu benar mendung di mata si
Ali. Sahabat kami hari itu harus menjalani kenyataan untuk selangkah jadi lebih
dewasa menatap fase hidupnya kedepan. Biarkan saja si Ali bercericau kesedihan
sesukanya, nikmati waktu-waktu terakhirmu li…
Setelah selesai semua barang dikemasi, aku dan Nanang
ikut serta ke Surabaya untuk menghadiri jobfair di kampus ITS, maklum pemburu
kerjaan wakaka. Ternyata waktu tak mencukupi untuk sampai di ITS tepat waktu.
Ali kemudian nyeletuk “ayo halan-halan wae
yokk, mumpung ning Suroboyo rekk…” dan kami tanpa komando langsung
seiya-sekata. Ali mengajak kami ke museum rokok :"House of Sampoerna”,
sepertinya seru karena kami semua smoker (hadduh
isin aku ngaku smoker)…
House of Sampoerna terletak tak jauh dari kawasan
Jembatan Merah atau kawasan “kota tua” di Surabaya. Di Kanan-kiri banyak
terdapat bangunan-bangunan berarsitektur kuno, terlihat begitu anggun dan
megah. Disepanjang perjalanan aku ndelongop
seperti bocah ndeso lihat pemandangan kanan-kiri gedung yang keren-keren, Lha pancene aku ndeso.
Masuk Museum Sampoerna tidak dikenai biaya sepeserpun.
Kami disambut ramah oleh mba penjaga. Sebelumnya disamping gedung utama museum
terdapat rumah pribadi milik owner PT Sampoerna saat ini, Putera Sampoerna. Di
halaman rumahnya berjejer 2 mobil antik Rolls Royce, keren sekali. House of
Sampoerna terdiri dari dua lantai, dan aroma wangi tembakau dan cengkeh
bersemerbak memenuhi ruangan. Di lantai pertama terdapat 3 ruangan. Ruangan
pertama berisi replika sebuah warung bernuansa ndeso milik pendiri PT Sampoerna, Liem Seeng Tee. Terdapat juga
berbagai macam tembakau dan cengkeh dari Jawa, Madura Bali dan lain-lain.
Ruangan kedua berusaha mengenalkan ke pengunjung
mengenai orang-orang yang menjabat di direksi PT Sampoerna. Ada juga
lukisan-lukisan yang mengesankan betapa rokok telah melekat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia sejak zaman dulu. Juga ada foto pak Soekarno, Soeharto dan
Sultan Hamengkubuwono (yang lupa keberapa) juga tokoh-tokoh besar lain
sedang ngudut rokok dengan nikmatnya. Disini juga terdapat brankas penyimpanan
barang berharga zaman dulu. Brankasnya terbuat dari kayu yang tebal sekali, dan
juga sangat kokoh. Aku Ali dan Nanang tak henti-henti ngerubuti brankas ini,
mencoba-coba dan menebak-nebak betapa kokohnya brankas buatan Belanda zaman kolonial dahulu. Mungkin brankas ini lebih berharga dari barang berharga
yang disimpan didalamnya, hahaha…
Di ruangan ketiga kami disuguhi dengan penampakan
berbagai mesin pengolahan rokok zaman dulu, juga ada berbagai produk rokok legend milik Sampoerna tempo doeloe. Juga
terdapat miniatur peta Indonesia yang berisikan tempat dimana saja pabrik
Sampoerna beroperasi.
Naik ke lantai atas, merupakan tempat penjualan
suvenir. Sebelumnya di tangga menuju ke atas tergantung berbagai foto unik dan
antik yang membikin suasana tembakau makin melekat di museum ini. Ada banyak
yang dijual disini, ada rokok, miniatur becak dan patung. Dijual juga berbagai
baju batik tangan asli dengan harga jutak-jutak wakaka. Di lantai ini
sebenarnya bisa juga pengunjung menyaksikan betapa ulet dan terampilnya pekerja
milik PT Sampoerna dalam produksi rokok. Sayangnya waktu itu sudah sore, para
pekerja telah berada di luar jam operasional kerja.
Keluar museum biar lebih afdol mengenal Surabaya,
sebenarnya Ali ngajak kami untuk keliling Surabaya menggunakan bus dari museum
Sampoerna, sayangnya kembali lagi kendala waktu yang kesorean. Tak apalah, kami
telah banyak melihat-lihat isi museum. Mohon maaf karena batere hp yang saat
itu kurang prima, foto yang terjepret tidaklah banyak.
Sepulang dari museum, seolah tak cukup untuk menikmati
waktu-waktu terakhir kami bersama dalam dunia perkuliahan, juga perpisahan
dengan Ali, kami sepakat untuk lebih lama menikmati malam kota Surabaya dengan secangkir
kopi dan berselimut obrolan hangat
SEDUH KOPIMU, TEMAN…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar