Artikel ini
kudapat dari sebuah akun pemberitahuan di Line, sayang sekali kalau tak
dibagikan. Lakik wajib baca, sungguh amat sangat keren sekali banget. Sama
sering-sering juga melototin akun ig @dailymanly, greget…
When a man turns
into a gentleman!
#OneDayOneMessage23
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Lelaki Masa Depan
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Lelaki Masa Depan
oleh: Wahyu Awaludin (FIM 17)
“Are you man enough?” Jon Lipsey, Daily Star, September 15, 2005
Marian Salzman lahir di New York.
Menghabiskan masa kecilnya di wilayah Bergen Country, New Jersey, dia kemudian
melesat menjadi mahasiswa Sosiologi di Harvard. Kini, dia menjabat sebagai
presiden Euro RSCG Worldwide PR cabang Amerika Utara. Selain itu, dia juga
menjadi direktur Bob Woodruff Foundation, adviser Berlin School of Creative Leadership,
dan anggota Brown University’s Women in Business.
Pada tahun 2005, Marian Salzman,
Ira Matathia, dan Ann O’Relly, menerbitkan sebuah buku yang kelak akan
menggemparkan para lelaki: The Future Men. Tiga orang itu melakukan riset
mendalam untuk menjawab pertanyaan, “seperti apa lelaki masa depan itu?”
Akhirnya, setelah melakukan penelitian yang melibatkan lebih dari 20.000 orang,
buku itu menasbihkan bahwa lelaki masa depan adalah para lelaki uberseksual.
Apa itu lelaki uberseksual? Apakah mirip dengan
homoseksual? Tidak ada hubungan antara homoseksual dan uberseksual. Makna
uberseksual lebih dekat dengan metroseksual. Seperti yang kita tahu, lelaki
metroseksual adalah lelaki yang stylish. Mereka adalah pria yang mengikuti
mode, rutin ke salon atau gym, dan rela menghabiskan ratusan ribu rupiah demi
menjaga penampilannya agar tetap keren dan cool. Ngomong-ngomong, istilah
metroseksual ini diciptakan juga oleh Marian Salzman, tetapi Salzman pula yang
“membunuhnya”. Dia berkesimpulan bahwa era metroseksual sudah tamat. Kini, dan
masa depan, adalah era para lelaki uberseksual.
Jadi, apa itu lelaki uberseksual?
Istilah ini berasal dari bahasa Jerman “uber” yang berarti “segalanya, unggul,
superior” dan bahasa Latin “sexus” yang artinya “gender”. Contoh penggunaan
kata “uber” bisa kita lihat pada semboyan Hitler, Deutchland uber alles (Jerman di atas segalanya). Berarti, arti
lelaki uberseksual kurang lebih adalah “lelaki yang mempunyai karakter-karakter
unggul dan superior”.
Wordspy.com mendefisikan “uberseksual”
sebagai “A heterosexual man who is
masculine, confident, compassionate, and stylish.” Sedangkan Macmillan
English Dictionary mendefinisikannya sebagai “a heterosexual male who is both confident and compassionate and has a
strong interest in good causes and principles.”
“Lelaki uberseksual”, kata Marian
Salzman, “Adalah pria yang menggunakan aspek positif maskulinitas, seperti
kepercayaan diri, kepemimpinan, dan kepedulian terhadap orang lain di
kehidupannya. Pria uberseksual sangat peduli pada nilai-nilai dan prinsip
hidupnya. Pria jenis ini lebih memilih untuk memperkaya ilmu dan wawasannya di
sela-sela waktu kosong yang ia miliki.”
“Dunia”, lanjutnya, “jauh lebih
berharap kepada pria yang menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan
mengikuti banyak pelatihan, mencermati perkembangan terakhir yang ada di dunia
ini, dan menganalisis berbagai peristiwa daripada mereka yang sibuk
berhura-hura, pergi ke salon, menata rambut, mempermak wajah, dan memperkaya
aksesorisnya.
Saat ini dunia membutuhkan seorang
pria yang peduli akan lingkungannya, kepada permasalahan bangsanya, ketimbang
pria yang menghabiskan uangnya untuk mempercantik kulitnya," tegas
Salzman.
Pria uberseksual mengetahui mana
yang baik dan buruk dan berani mengambil keputusan tegas di tengah hujan
kritik. Mereka juga mempunyai rasa percaya diri yang kuat, cerdas, tanpa
kompromi, dinamis, maskulin, atraktif, stylish, serta memiliki komitmen kuat
melakukan hal berkualitas di semua lini kehidupan.
Ya, mereka juga stylish. Salah
jika kita mengira bahwa kesibukannya memikirkan umat manusia melalaikan dia
dari merawat dirinya sendiri. Oleh karena itulah, penulis mengungkapkan di atas
bahwa uberseksual dekat dengan metroseksual. Namun, ada perbedaan yang mencolok
antara keduanya. Ilustrasinya sebagai berikut.
Bayangkanlah di pojok ruangan ada
seorang lelaki metroseksual sedang berdiri di depan cermin. Sambil menyisir
rambut dan menghisap rokok mahal, ia bersenandung, “aku adalah lelaki yang tak
pernah lelah mencari wanita”, sementara di pojok lain ada lelaki uberseksual
yang berbaju rapi sedang duduk di depan laptopnya.
Ia sedang memantau berita-berita
terbaru tentang perkembangan kasus korupsi di Indonesia, kemiskinan di Afrika,
sekaligus memantau perkembangan bisnisnya. Wajahnya rileks tapi matanya
memancarkan keseriusan. Sambil membaca artikel-artikel terbaik di TIME.com, selasar.com, startupbisnis.com, entrepreneur.com, ataupun mashable.com dengan tempo tinggi, mulutnya
senantiasa menyenandungkan lagu-lagu favoritnya.
Pria uberseksual adalah tipe
“macho” dan “dewasa” dari pria metroseksual. Mereka menyisir rambut mereka dan
memakai baju rapi, tetapi mereka juga menganggap persoalan korupsi di Indonesia
jauh lebih penting dibanding sekadar meributkan baju mana yang cocok untuk hari
ini.
Jika pria metroseksual ingin
menarik perhatian para wanita, pria uberseksual sangat menghormati wanita.
Namun, uniknya, meskipun pria uberseksual misalnya saja memiliki teman wanita yang
sudah seperti “saudara kandungnya” sendiri, mereka lebih memilih pria sebagai
sahabat-sahabat terdekatnya. Saat mereka memiliki masalah pun, mereka akan
bercerita dengan sahabat-sahabat pria mereka.
Jika pria metroseksual
membelanjakan uangnya untuk ke salon atau bersenang-senang di mall, pria
uberseksual menginvestasikan uangnya di bisnis, lembaga sosial, keagamaan atau
berbagai kegiatan lain yang mambawa manfaat. Jika pria metroseksual lebih
nyaman berada di gym untuk membentuk ototnya, pria uberseksual lebih senang
menjejakkan kakinya ke lumpur, berkutat dengan masalah erosi pantai. Jika pria
metroseksual memperbincangkan masalah mode terbaru, pria uberseksual
memperbincangkan masalah moral yang makin parah di bangsa ini. Jika pria
metroseksual lebih memilih berhura-hura di akhir pekannya, pria uberseksual memilih
untuk menyambangi perpustakaan guna mengisi otaknya dengan berbagai wawasan.
Namun, walau mereka sekokoh
karang dalam meyakini prinsip-prinsip hidupnya, mereka juga adalah pria-pria
yang hangat dan tidak kaku. Mereka memang tidak menangis jika menonton
sinetron-sinetron kacangan di TV atau ditolak oleh wanita yang dicintainya,
tapi mereka akan menangis jika melihat ketidakadilan terjadi di mana-mana, atau
sangat terharu jika ada bencana alam yang menghancurkan rumah-rumah penduduk
yang miskin. Mereka begitu peduli dengan orangtua, keluarga dan kawan-kawannya.
Menurut Salzman, salah satu
contoh pria uberseksual saat ini adalah Bono U2. Pria yang bernama asli Paul
David Hewson ini sungguh stylish, kaya, dan terkenal -lihat saja profesinya
sebagai vokalis U2. Namun, ia tidak berhenti di situ. Ia berbuat untuk dunia.
Ia memanfaatkan uang dan ketenarannya untuk membuat dunia jadi tempat yang
lebih baik untuk ditinggali. Ia mendirikan “DATA”, yang merupakan singkatan
dari Debt, AIDS, Trade in Africa (Utang, AIDS, Perdagangan di Afrika). Fokus
organisasi ini adalah membangkitkan kesadaran tentang apa yang diklaimnya
sebagai utang Afrika yang tidak dapat dibayar, penyebaran AIDS yang tak
terkendali, dan aturan-aturan perdagangan yang merugikan rakyat miskin benua
itu.
Bersama Rogan Gregory, Bono
meluncurkan EDUN, merek yang sadar sosial. Ia pernah berpidato di acara
pelantikan Paul Martin sebagai Perdana Menteri Kanada dan mendorong Kanada
untuk ikut mengatasi krisis global. Ia mendampingi George W Bush dalam pidato
di Gedung Putih tentang bantuan $5 milyar untuk negara-negara termiskin di
dunia. Ia berperan besar dalam mengorganisasikan Live 8, sebuah 10 rangkaian
konser di seluruh dunia untuk menggugah para pemimpin dunia menggelar pertemuan
negara-negara industri Kelompok Delapan. John William Snow, mantan menteri Keuangan
AS, pernah berkomentar tentang Bono di ABC This Week, “Saya mengagumi dia. Dia
banyak berbuat baik dalam pembangunan ekonomi dunia ini”. Pada Desember 2005,
ia terpilih oleh TIME sebagai Tokoh Tahun Ini, bersama-sama dengan Bill Gates
dan istrinya, Melinda Gates. Pada Februari 2006, ia menjadi salah satu dari 150
kandidat penerima Nobel Perdamaian yang akhirnya anugerah itu diserahkan kepada
Muhammad Yunus dengan Bank Grameennya.
Selain dari luar negeri, negeri
kita sendiri pun menyimpan banyak pria uberseksual. Bukalah mata lebih lebar
dan perluas pergaulan, maka kamu akan menemukan mereka ada di mana-mana. Di
Media Sosial misalnya, mereka akan konsisten membagi konten positif, memfollow
orang-orang hebat, dan menghindari hal-hal negatif menyentuh tweet mereka.
Di dunia nyata, karya mereka
lebih terlihat lagi. Mereka bisa di mana saja –media, perusahaan multinasional,
organisasi masyarakat, pebisnis, inisiator gerakan, dan sebagainya. Kuncinya
adalah cari mereka di rentetan gerakan, organisasi, ataupun startup yang tengah
menjamur saat ini. Temui founder dan inisiatornya –hampir pasti mereka adalah
pria uberseksual. Pantau juga media, mereka biasanya terliput akibat karya yang
mereka telurkan. Temukan salah satu dari pria uberseksual dan mereka akan menuntunmu
ke pria uberseksual yang lain. Biasanya, mereka ini berjejaring tanpa mereka
sendiri sadari. Di tengah aktivitas sehari-harinya, pria uberseksual terus
berkarya tanpa letih, membantu dan menginspirasi masyarakat, dan menciptakan
startup-startup baru. Lihat juga teman-temanmu, pasti ada di antara teman-teman
priamu yang tak henti berkarya dengan apa yang dia bisa. Tentu mereka memiliki
kekurangan atau kesalahan di masa lalu, tetapi itu tertutup oleh
perbuatan-perbuatan positifnya. Kata kuncinya adalah karya!
itulah kualitas seorang lelaki uberseksual.
Merekalah yang pantas disebut “true
gentlemen.” Mereka baik hati dan memanfaatkan kebaikan hatinya untuk
kebaikan dunia. Mereka tenar dan memanfaatkan ketenarannya untuk mengajak orang
lain berbuat baik. Mereka cerdas dan memanfaatkan kecerdasannya untuk menjadi
bagian dari solusi permasalahan dunia. Mereka stylish dan rapi, tetapi tidak
berlebihan. Mereka berhati hangat tetapi tidak cengeng. Mereka tidak hanya
pikirkan penampilannya, keluarganya, karir atau bisnisnya, tetapi juga
memikirkan bangsanya. Mereka memiliki mimpi-mimpi besar untuk dunia...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar