Ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar itulah yang terbaik bagimu. Dan karena itulah hati seorang pecinta lebih besar ketimbang singgasana Tuhan. Jika saja bukan karena keridhaan-Mu, apa yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini dengan cinta-Mu?
(Jalalludin Rumi, 6400-23587)
Setiap perjalanan, setiap foto, perenungan, gelegar tawa, apapun itu akan selalu terselip sebuah cerita besar disana. Kita berhutang sebuah coretan bahkan pada secangkir kopi, tuliskan, abadikan. Kalau takut mati jangan jadi penulis, katamu? Menjadi mati adalah tak dikenang, dengan tegas aku menentang kalimat Pramoedya Ananta T. Mari berbagi...
Sabtu, 12 Juli 2014
Selasa, 01 Juli 2014
Bukan Demokrasi Bebek
Masyarakat Indonesia
sedang bersemangat di awal-awal bulan ini. Ada dua momen yang bermakna dalam,
pertama yakni puasa Ramadhan yang tiap tahun rutin diselami kemudian kedua
seperti kita sama-sama tahu adalah momen pemilihan calon presiden beserta
wakilnya.
Fokus pembahasan
tulisan ini adalah dipoin kedua, mengenai penerapan sistem demokrasi di
Indonesia. Harus diakui antusiasme warga menyambut pemilu 9 juli mendatang
sangatlah besar, bahkan terkesan berlebihan. Mulai dari pembicaraan yang kian
gencar diberbagai media massa, facebook, twitter, tv, internet dll. Yang aku
sesalkan kebanyakan tulisan dan opini yang beredar ini tingkat ke kritisannya
masih kurang. Ndak masalah mau positive campaign atau negative campaign,
sama-sama baiknya, sama-sama bermanfaat karena memberi informasi yang berguna
bagi khalayak ramai. Yang positif meyakinkan, yang negative biar ramai-ramai
tahu dengan kekurangan dan kelemahan calon pemimpin yang di jagonya. Nah kalo
black campaign? Ini yang bahaya. Belum apa-apa sudah pada nyebar isu fitnah,
sara dan segala macamnya.
Kemudian saran untuk
para pemilih pemula yang sedikit membaca buku, tolong itu kalo dapat informasi
dipilah dulu baru dipilih, kebanyakan informasi di media ada yang benar juga
menyesatkan. Output dari informasi yang langsung random asal pilih ya
ujung-ujungnya gontok-gontokan tanpa data sahih, data abal-abal yang ndak bisa dipertanggungjawabkan.
Aku suering debat kusir sama anak-anak yang berbekal informasi ‘seken’ seperti
ini dan itu benar-benar ibarat ngajari pelajaran SMA ke anak anak SD kelas 2,
keblingerrrrr… Beda lagi kasusnya kalo emang udah nemu data ataupun pernyataan
yang kuat, boleh melancarkan kritik, atau bahkan lebih parah, hujatan atau
apapu. Namanya juga demokrasi kan, milih yang terbaik, suara takyat suara
Tuhan, aku sering ngelakukan itu karena paling ndak seneng sama si wowi dan
kroninya yang ndak tahu diri itu hahaha. Husss
ngomong opo tho…!
Tapi yang jelas turut bersuka cita dengan
ramainya pesta demokrasi tahun ini, itu artinya semakin berkurang orang apatis
di negeri ini.
“Buta terburuk adalah
buta politik. Orang yang buta politik tak sadar bahwa biaya hidup, harga
makanan, harga rumah, harga obat, semuanya bergantung keputusan politik. Dia
yang membanggakan sikap anti-politiknya membusungkan dada dan berkoar “Aku
benci politik!” Sungguh bodoh dia, tidak mau tahu politik akibatnya adalah
pelacuran, anak terlantar, perampokan dan yang terburuk, korupsi dan perusahaan
multinasional yang menguras kekayaan negeri” (Bertolt Brecht, Penyair dan
dramawan Jerman).
Demokrasi harusnya
membahagiakan, demos (rakyat) dan cratein (kekuasaan) harusnya
mencerdaskan, demokrasi deliberatif, demokrasi yang didemokrasikan, harusnya
menyejahterakan. Akhirnya aku mengajak kepada siapapun yang mampir ke blog ini
untuk menjadi pemilih yang cerdas, bukan pembebek ataupun pembeo. Siapapun yang
terpilih nanti (semoga pak wowo), semoga negeri ini makin sejahtera dan madani,
hehe aminnn…
Langganan:
Postingan (Atom)